NAMA : MUH. WAHYUDI JASMAN
KELAS
: PENDIDIKAN BIOLOGI A
NIM : 1614041003
MATERI : KONSEP FILSAFAT PENDIDIKAN
15/03/17 : “PERKENALKAN, AKU ADALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN”
--Aturan dilanggar oleh orang yang
berpengetahuan, sehingga bangsa bertanya, “kepada siapa kita berteladan dan
kepada siapa kita mencontoh”--
Satu kutipan yang
menurut saya sangat “menampar” realitas saat ini yang sekaligus juga mengawali
pertemuan pada kuliah filsafat pendidikan yang dikaitkan dengan alasan mengapa
“kegagalan pendidikan” terjadi. Pada dasarnya, kegagalan pendidikan untuk
berhasil disebabkan oleh penyalahgunaan yang cenderung dilakukan secara
berjamaah oleh pihak tertentu. Padahal sesuatu yang disalahgunakan tersebut
sejatinya dapat menunjang kesuksesan pendidikan seperti yang selalu diharapkan
oleh setiap orang bahkan yang menjadi penyalahguna dana itu sendiri. Ada ungkapan
yang menyatakan, “makanlah untuk hidup, dan jangan hidup untuk makan”kenapa ?
apabila terbekuk dalam fikir kita akan hidup untuk makan maka pastinya seseorang
akan berfikir “besok siapa lagi yang akan kumakan”. Hal ini tidaklah baik dan
keliru. Kemudian, faktor lain yang melandasi adalah konsep pendidikan yang ada
di Indonesia, bukan suatu pembangunan melainkan renovasi semata. Dalam kata
lain, konsep pendidikan cenderung bergantung pada pimpinan yang berwenang di
masanya. Namun, hal yang penting dan paling mendasar adalah moralitas yang
harus mendapat perhatian karena memprihatinkan. Penyimpangan moralitas tidaklah
memihak atau dilakukan oleh orang tertentu saja bahkan orang yang dianggap
berpengetahuan pun berlaku sama sehingga kutipan tadi, benar adanya dan patut
direnungkan.
--Kebenaran itu relatif, kebenaran yang
sesungguhnya datang dari kesepakatan—
Filsafat adalah ilmu
yang penting karena menyangkut tentang kebenaran, yakni kebenaran secara
filsafat. Tahukah kita, pada pohon keilmuan yang sejatinya dimiliki oleh setiap
manusia filsafat tidak terletak pada ranting atau percabangan dari suatu pohon
melainkan ada di dasar dari pohon itu tepat diatas aspek keagamaan. Hal ini
menandakan bahwa selain agama yang memiliki kekuatan yang lebih besar terdapat
pula filsafat yang menjadi pondasi berdirinya suatu pohon apakah kuat ataukah
goyah. Orang-orang filsafat cinta pada kebijaksanaan. Mereka adalah orang-orang
yang memahami dirinya dan akan selalu bersyukur atas apa yang dimiliki,
sehingga tidak salah apa bila ada ungkapan yang menyatakan, “hiduplah dengan
apa yang anda miliki, jikalau lampu tetangga terang benderang, nyalakan lilin
kehidupan anda sekalipun itu redup” terpatri dalam dirinya. Sebagai manusia
yang betul-betul manusia jangan “mengadakan” sesuatu jika enaknya pada orang
lain.
Ada banyak filsafat,
ketika akan condong ke biologi maka disebut filsafat biologi begitupun kajian
ilmu lainnya yang masing-masing memiliki filsafat. Karena orientasi kita adalah
pendidikan maka pastinya kita belajar filsafat pendidikan. Mengenai filsafat,
asal dari filsafat adalah rasa ingin tahu yang menjadi pengetahuan dan
ragu-ragu yang menjadi kepastian. Dalam berfilsafat seseorang didorong untuk
tahu apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Lalu berfilsafat berarti
berendah hati yang menjelaskan bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalam
kemestaan yang semakin tak terbatas. Berfilsafat mengoreksi diri, keberanian
berterus terang seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah dijangkau.
Sedangkan pendidikan adalah usaha sadar oleh manusia untuk mendidik dan
membimbing manusia menjadi manusia yang seutuhnya.
Pada filsafat
pendidikan ini, ada tiga sisi yang harus diketahui yakni sisi ontologi yang
berbicara tentang ke-apa-an, epistomologi yang berbicara tentang
ke-bagaimana-an atau metodologi dan aksiologi yang berbicata berkenaan dengan
etika dan ke-untuk-apa-an. Jadi apabila kita mendengar dan mendapatkan
pertanyaan seperti “bagaimana cara terbaik merealisasikan suatu tujuan?” maka
sehubungan dengan epistomologi yang menandakan kita harus menjawabnya secara
epistomologi pula, begitupun pada pertanyaan “apa itu pendidikan dan apa yang
salah dari hal tersebut” berarti berkenaan dengan sisi ontologi.
“Manusia hidup ditengah kebesaran lahiriah,
manusia yang berlakon dan sutradaranya adalah TUHAN, tetap menjadi manusia yang
terus membaik sebab perjalanan untuk “menjadi” akan terus berlanjut”
Komentar
Posting Komentar